Kamus Istilah Properti

KPR Konvensional

istilah properti

KPR Konvensional

KPR konvensional adalah penyediaan dana atau yang setara dengan itu, berdasarkan perjanjian atau kesepakatan pinjaman antara bank dan pihak lain, dengan pihak peminjam diwajibkan untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan dikenakan bunga. 

Apa itu KPR Konvensional?

Apa itu KPR Konvensional?
Source: Pexels/@rdne

KPR Konvensional merupakan singkatan dari Kredit Pemilikan Rumah Konvensional. KPR ini sudah dikenal oleh banyak orang di Indonesia karena yang paling diandalkan dalam mendapatkan rumah impian. Lantas sebenarnya apa itu KPR Konvensional? 

Pengertian dari KPR ini sendiri adalah penyediaan dana atau yang setara dengan itu, berdasarkan perjanjian atau kesepakatan pinjaman antara bank dan pihak lain, dengan pihak peminjam diwajibkan untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan dikenakan bunga. 

Menurut OJK, KPR ini terbagi ke dalam dua jenis yaitu KPR Subsidi dan KPR Non-Subsidi, keduanya berbeda satu sama lain. Subsidi, kredit rumah yang dibantu oleh pemerintah dengan syarat dan ketentuannya diatur oleh pemerintah dan ditujukan untuk masyarakat berpenghasilan rendah. 

simulasi KPR

Non-subsidi, kredit rumah yang ditujukan untuk semua orang dengan segala syarat dan ketentuan ditentukan oleh bank dan terpaku pada Undang-Undang. Suku bunganya berbeda, untuk subsidi tetap di angka 5% sampai cicilan selesai dan non-subsidi mengikuti suku bunga di Bank Indonesia.

Selain suku bunga, perbedaan antara subsidi dan non-subsidi terletak pada aturannya yang jauh lebih ketat untuk subsidi dibandingkan non-subsidi. Kemudian, angsuran per bulan untuk subsidi tentu jauh lebih rendah dibandingkan non-subsidi karena suku bunganya yang berbeda satu sama lain. Terakhir, pilihan rumah jauh lebih beragam untuk non-subsidi daripada subsidi yang hanya untuk rumah subsidi.

Perbedaan KPR Konvensional dan KPR Syariah

Bukan hanya KPR Konvensional saja yang digunakan dalam mendapatkan rumah impian, tapi KPR Syariah juga menjadi pilihan saat ini. Namun, tahukah Pins bahwa dua jenis KPR ini memiliki perbedaan yang substansial? Supaya Pins tidak keliru dalam memilih kredit yang dibutuhkan, berikut ini adalah perbedaan dari keduanya.  

Baca juga: Perbedaan KPR Konvensional dan KPR Syariah

Perbedaan Suku Bunga

Source: Pinhome

Perbedaan paling mendasar dari konvensional dan syariah adalah perbedaan suku bunga. Seperti yang diketahui bahwa konvensional menerapkan suku bunga dalam angsuran per bulannya baik yang flat maupun yang floating. Nah, untuk kredit syariah, hal tersebut tidak berlaku karena sistem yang diterapkan adalah bebas riba.

Dengan sistem yang bebas riba ini membuat kredit syariah tidak menerapkan bunga seperti konvensional. Namun KPR ini menerapkan margin yang disebutkan pada awal perjanjian dengan nasabah. Hal itu dibutuhkan, agar Pins nanti tahu berapa keuntungan yang didapatkan oleh pihak bank syariah. Tidak hanya itu, Pins juga tahu berapa cicilan yang harus dibayar sampai lunas. 

Sederhananya seperti ini, misalkan Pins membeli rumah menggunakan kredit konvensional. Harga rumah yang dibeli adalah Rp500.000.000. Tenornya 15 tahun (180 bulan) dan uang muka yang dibayarkan adalah 20% alias sebesar Rp100.000.000. Dengan begitu, bank meminjamkan sisanya yakni Rp400.000.000.

Suku bunga yang ditetapkan oleh bank konvensional adalah 8% tetap selama 5 tahun. Maka dari itu, angsuran yang harus dibayarkan per bulannya selama 5 tahun adalah sebesar Rp3.817.073. Setelah 5 tahun, suku bunga akan floating atau mengambang, sesuai dengan suku bunga Bank Indonesia. Nah dari sini, angsuran per bulan akan berbeda setiap bulannya setelah 5 tahun sampai cicilan Pins lunas.

Sementara kredit syariah, masih menggunakan angka di atas, tidak akan menerapkan bunga, melainkan margin (keuntungan). Margin tersebut akan disebutkan oleh pihak bank pada awal kesepakatan agar transparan. Dengan pinjaman bank syariah Rp400.000.000 dan misalkan margin yang ditetapkan adalah 10%, maka bank meminjamkan uang sebesar Rp440.000.000 pada Pins.

Jumlah tersebutlah yang nantinya harus dibayar sampai lunas sesuai dengan jangka waktu yang disepakati. Misalkan  tenornya adalah 15 tahun (180 bulan). Nah berarti Pins harus membayar angsuran per bulannya sebesar Rp2.444.444 hingga selesai. Dalam kredit syariah, cicilan tidak akan ada perubahan seperti pada kredit konvensional.

Perbedaan Proses Transaksi

Source: Freepik

Proses transaksi dari kedua KPR ini juga berbeda. Dalam bertransaksi, kredit rumah konvensional akan memberikan uang kepada Pins untuk dibelikan rumah yang sudah disepakati bersama dengan bank. Setelah itu, Pins akan membayar cicilan beserta bunganya sampai lunas. Nah, hal tersebut tidak dilakukan di kredit rumah syariah.

Pada KPR Syariah, alih-alih memberikan dalam bentuk uang kepada nasabah, bank syariah akan membelikan rumah yang Pins inginkan. Rumah tersebut akan dijual pada Pins secara diangsur sesuai kesepakatan. Dalam membayar cicilannya pun tidak akan ada bunga di dalamnya, melainkan margin yang tetap sampai cicilan lunas. Itulah yang kemudian menjadi pembeda antara konvensional dan syariah dalam bentuk transaksi.

Perbedaan Tenor

Perbedaan KPR Konvensional dan KPR Syariah berikutnya adalah tenor. Tenor adalah durasi, jangka, atau periode sebuah pinjaman yang menggunakan satuan minggu, bulan atau tahun.atau jangka waktu pinjaman. Lantas dimana letak perbedaannya? Perbedaannya ada pada lamanya jangka waktu pinjaman yang diberikan. Konvensional cenderung memberikan tenor yang jauh lebih lama daripada syariah. Bahkan cenderung lebih gemar untuk memberikan tenor yang lebih lama daripada syariah.

Ya, apabila Pins menggunakan kredit rumah konvensional, jangan heran apabila bank menawarkan tenor hingga 30 tahun. Hal itu disebebkan karena memang kebijakannya seperti itu yakni mulai dari 10-30 tahun. Sedangkan untuk kredit rumah syariah, jangka waktu pinjaman yang diberikan lebih pendek yaitu mulai dari 10-15 tahun. 

Lantas mengapa bisa demikian? Jawabannya mudah sekali, suku bunga. Sederhananya seperti ini, apabila Pins membeli rumah dengan KPR Konvensional seharga Rp600.000.000. Lalu, uang muka yang dibayarkan adalah Rp120.000.000, maka bank meminjamkan Rp480.000.000 pada Pins. 

Tenor yang ditetapkan adalah 20 tahun (240 bulan) dengan suku bunga tetap 9% selama 5 tahun pertama dan mengambang setelahnya. Maka, angsuran yang harus Pins bayarkan per bulan selama 5 tahun pertama adalah Rp4.316.024 dan akan berubah setelahnya sampai lunas. Dengan sisa waktunya 15 tahun dan bunganya yang mengambang, maka bank akan mendapatkan banyak keuntungan.

Sementara pada bank syariah tidak akan berlaku karena sistemnya yang bebas riba dan hanya menetapkan margin pada awal perjanjian. Dengan angsuran tetap sampai lunas, maka tidak ada keuntungan yang bisa didapatkan oleh bank syariah apabila tenornya sepanjang bank konvensional.

Perbedaan Akad yang Digunakan

Source: Pinhome

Perbedaan krusial berikutnya terletak pada akad yang digunakan. Pada konvensional, akad yang diterapkan adalah jual-beli. Artinya nasabah dan bank menyetujui pinjaman kredit ditambah bunga dan biaya lainnya serta jangka waktu pinjamannya. Selain itu, rumah yang dibeli masih merupakan milik bank sampai cicilan lunas.

Sementara untuk syariah ada banyak sekali jenis akad KPR Syariah yang bisa dimanfaatkan sesuai kebutuhan. Misalkan Pins menggunakan akad murabahah, maka di sini bank akan membeli rumah yang diinginkan oleh Pins. Setelah itu, rumah dijual ke Pins dengan menambahkan margin sesuai kesepakatan bersama. Setelah itu, Pins tinggal membayar cicilannya pada bank sampai lunas.

Atau ada juga akad lain seperti akad musyarakah. Sistemnya menggabungkan modal Pins dan modal bank dalam membeli rumah yang diinginkan Pins. Setelah rumah dibeli, modal bank kemudian akan dikembalikan oleh Pins dengan cara dicicil setiap bulannya. Jumlah dan waktunya tentu sesuai dengan kesepakatan.

Perbedaan Denda

Denda KPR merupakan perbedaan terakhir antara konvensional dan syariah. Dalam konvensional diterapkan sejumlah denda yaitu denda keterlambatan cicilan dan denda pelunasan dini. Denda keterlambatan cicilan sendiri tergantung kebijakan bank masing-masing, namun biasanya berkisar pada angka 0,5% hingga 1%.

Angka tersebut kemudian akan dijumlahkan pada angsuran Pins. Misalnya Pins, memiliki cicilan sebesar Rp4.000.000 per bulan pada bank. Nah angka tersebut dikalikan 1%, sehingga didapat Rp40.000 dan Pins harus biaya tambahan ini bersama cicilan Pins. 

Kemudian denda pelunasan dini besarannya tergantung pada kebijakan bank masing-masing. Namun, biasanya berada pada angka 1% hingga 3%. Apabila Pins memiliki sisa pokok pinjaman Rp300.000.000. Lalu denda pelunasan dini sebesar 2%, maka denda yang dikenakan kepada Pins adalah sebesar Rp6.000.000.

Dalam KPR Syariah, tidak ada yang namanya denda pelunasan dini maupun denda keterlambatan membayar cicilan. Pihak bank biasanya lebih memilih untuk berkomunikasi dengan Pins agar bisa menemukan solusi bersama dalam menangani masalah keterlambatan membayar cicilan.

Namun untuk beberapa bank, ada yang menerapkan denda keterlambatan. Tetapi perlu diingat bahwa dalam kredit rumah syariah, denda ini juga harus memenuhi persyaratan tertentu. Kemudian uang denda yang didapatkan akan didonasikan ke kegiatan sosial, bukan untuk keuntungan bank.

Keuntungan KPR Konvensional

Source: Freepik/DrazenZigic

Bukanlah tanpa alasan mengapa kredit konvensional jauh lebih tinggi peminatnya daripada kredit syariah. Hal tersebut didorong karena sejumlah keuntungan KPR Konvensional yang tidak bisa dilewatkan dan berikut ini adalah uraiannya. 

Baca juga: Serba-Serbi KPR Konvensional Serta Untung Ruginya

1. Tidak Perlu Uang Banyak

Keuntungan yang pertama jika menggunakan Kredit Pemilikan Rumah Konvensional adalah tidak perlu uang banyak. Tentu saja, Pins hanya perlu membayar uang muka dan juga biaya lainnya yang ditentukan oleh bank. Berbeda dengan Pins apabila tidak menggunakan KPR, maka jumlah uang yang dibayarkan akan jauh lebih besar karena tidak bisa dicicil.

Sementara dengan KPR, Pins bisa membayar sisa uangnya dengan mengangsur ke bank dengan jangka waktu yang tentu sangat panjang. Sehingga, selain membayar cicilan, Pins juga bisa menggunakan uang Pins untuk kebutuhan lain. Belum lagi, bank juga memiliki sejumlah kebijakan apabila nantinya Pins merasa berat dalam membayar cicilan. Beberapa kebijakan tersebut mulai dari mengubah nilai bunga, take over, dan masih banyak lagi. 

2. Kepemilikan Rumah Terjamin

Kemudian dari segi kepemilikan rumah pun terjamin apabila menggunakan kredit rumah konvensional. Mengapa bisa demikian? Karena pihak bank akan sangat teliti dalam mencari tahu informasi dari rumah yang dipilih oleh Pins. Mulai dari surat-suratnya, luas tanah dan bangunannya, hingga apakah pernah terjerat kasus atau tidak akan diteliti oleh bank.

Pins mungkin sering mendengar bahwa ada banyak sekali orang yang mengalami sengketa rumah bukan? Hal itu disebabkan karena orang tidak tahu dan tidak teliti dalam membeli rumah. Nah, dengan menggunakan bantuan dari kredit konvensional, hal tersebut tidak akan terjadi karena semuanya akan dijamin oleh bank. 

3. Ada Asuransi

Source: Pexels/@kampus

Keuntungan berikutnya adalah adanya asuransi. Asuransi ini termasuk wajib loh Pins. Mengapa? Karena untuk melindungi bank dan nasabah dari risiko yang dapat mempengaruhi kemampuan nasabah untuk melunasi KPR. Selain itu, asuransi ini bertujuan untuk melindungi risiko terhadap properti yang dijadikan agunan. Biasanya hal ini akan dikemukakan pada awal perjanjian dan sistem pembayarannya juga akan diberitahu oleh bank.

Dengan adanya asuransi ini, risiko kerugian yang dialami oleh bank atau nasabah dapat diminimalkan. Hal ini penting karena properti yang dibeli dengan KPR biasanya menjadi agunan bagi pinjaman yang diberikan oleh bank. Jenisnya sendiri terbagi dua yaitu asuransi jiwa kredit dan asuransi kebakaran. 

Untuk asuransi jiwa sendiri, cara kerjanya akan melunasi sisa utang cicilan kepada bank. Dengan begitu ahli waris tidak terbebani oleh utang tersebut dan kepemilikan rumah dapat diteruskan kepada mereka.

Kemudian asuransi kebakaran melindungi properti dari kerusakan akibat kebakaran, bencana alam, atau kejadian lain yang merusak rumah. Cara kerjanya, apabila terjadi kebakaran pada rumah KPR, maka asuransi ini akan menanggung biaya perbaikan atau penggantian properti. Dengan begitu nasabah tidak kehilangan asetnya dan bank tetap memiliki agunan yang bernilai.

Baca juga: Pentingnya Asuransi Jiwa Saat Ambil KPR

Kerugian KPR Konvensional

Source: Pexels/@karolinagrabowska

Selain memiliki keuntungan, kredit konvensional ini juga memiliki kelemahan atau kerugian yang perlu Pins ketahui untuk menjadi bahan pertimbangan. Adapun kerugian KPR Konvensional adalah sebagai berikut.

1. Harga Rumah Jadi Lebih Mahal

Kerugian yang pertama adalah harga rumah jadi lebih mahal daripada yang seharusnya. Mengapa itu bisa terjadi? Jawabannya ada pada suku bunga. Dengan menerapkan sistem suku bunga, Pins harus membayar biaya tambahan setiap bulannya kepada bank untuk melunasi rumah Pins.

Dengan adanya biaya tambahan tersebut, rumah yang awalnya murah akan jadi mahal setelah cicilan lunas. Belum lagi suku bunganya akan mengambang mengikuti suku bunga di Bank Indonesia. Hal ini juga akan jadi pengaruh juga pada harga rumah yang dibeli. Namun yang paling signifikan tentu terletak pada tenor. Semakin panjang tenor, semakin mahal harga rumah karena jumlah uang yang dikembalikan ke bank lebih besar.

2. Rumah Disita Kalau Kredit Macet

Kerugian KPR Konvensional berikutnya adalah rumah disita apabila kredit macet. Sudah menjadi rahasia umum apabila kredit rumah, maka kepemilikannya milik bank. Rumah merupakan aset berjalan yang bernilai dan bisa digunakan oleh bank nantinya apabila Pins tidak bisa bayar cicilan.

Penyebab mengapa rumah disita tentu adalah kredit yang macet. Namun sebelum disita, pihak bank akan memberitahu Pins melalui telepon, selanjutnya melalui surat peringatan. Apabila masih belum dibayar, pihak bank akan mengirimkan debt collector, hingga akhirnya penyitaan rumah.

Lebih baik langsung komunikasi dengan pihak bank apabila Pins kesulitan membayar cicilan. Tujuannya agar bisa mendapatkan jalan keluar yang win-win solution bagi kedua belah pihak dan tidak membuat rumah Pins disita. Pihak bank memiliki sejumlah kebijakan yang bisa dimanfaatkan. Kebijakan tersebut adalah menjadwalkan ulang kredit, mengubah suku bunga, mengganti sebagian syarat kredit, dan take over.

Baca juga: Apa yang Terjadi Jika Terlambat Membayar Angsuran KPR Rumah?