Kamus Istilah Properti

Agunan yang Diambil Alih

istilah properti

Agunan yang Diambil Alih

Agunan yang diambil alih adalah aset berharga yang didapatkan oleh bank setelah macetnya pembayaran kredit nasabah.

Apa pengertian agunan yang diambil alih?

(Fandom Wiki)

Agunan yang diambil alih (AYDA) merupakan aset berharga milik nasabah yang diakusisi oleh bank. Aksusisi tersebut dilakukan setelah proses pembayaran kredit nasabah dinilai macet. Bank bisa mendapatkan aset tersebut melalui pelelangan maupun penyerahan secara sukarela dari pihak nasabah.

Istilah AYDA secara hukum tertulis dalam Peraturan Bank Indonesia no 9/9/PBI/2007 tepatnya di pasal 1 nomor 24. Adapun teks yang dimaksud adalah sebagai berikut:

… AYDA adalah aktiva yang diperoleh Bank, baik melalui pelelangan maupun di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam hal nasabah tidak memenuhi kewajibannya kepada Bank.

Peraturan Bank Indonesia no. 9/9/PBI/2007 (Pasal 1 nomor 24)

Untuk pihak bank, secara spesifik AYDA masuk dalam kategori aktiva non produktif. Apabila menilik KBBI, yang dimaksud dengan aktiva adalah (harta) kekayaan, baik yang berupa uang maupun benda lain yang dapat dinilai dengan uang ataupun yang tidak berwujud secara nyata, seperti hak paten.

Baca Juga:

Bagaimana mekanisme alur agunan yang diambil alih?

Di bagian sebelumnya, sudah sempat disinggung sedikit bahwa ada 2 mekanisme yang bisa dijalankan bank untuk memproses AYDA. Pertama adalah melalui proses pelelangan dan yang kedua melalui penyerahan secara sukarela langsung dari nasabah.

Masing-masing proses punya alur yang berbeda. Terkait detail dari kedua proses tersebut, kami akan menjelaskannya pada pemaparan di bawah ini.

Pelepasan melalui pelelangan

(Unsplash)

Dalam proses pelelangan, pihak bank tidak akan meminta persetujuan nasabah terlebih dahulu terkait eksekusi AYDA. Aksi ini dilakukan karena nasabah dianggap melakukan pelanggaran janji terkait pembayaran kredit yang menjadi kewajibannya.

Hal tersebut secara hukum tertulis dalam Undang Undang Republik Indonesia no 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah (UUHT Pasal 6 dan Pasal 20 ayat 1).

Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.

UUHT Pasal 6

Apabila debitor cidera janji, maka berdasarkan:
a. hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual obyek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, atau
b. titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), obyek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang.

UUHT Pasal 20 ayat 1

Pelelangan yang dimaksud bisa dilakukan melalui 3 lembaga yakni:

  • Penetapan Pengadilan Negeri.
  • Lembaga Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).
  • Balai Lelang Swasta

Baca Juga:

Penjualan di bawah tangan dengan persetujuan nasabah

(Unsplash)

Untuk alur yang satu ini, pihak bank akan meminta persetujuan terlebih dahulu kepada nasabah terkait penjualan aset yang menjadi jaminan kredit. Proses ini biasanya disebut sebagai penjualan di bawah tangan.

Semua proses yang dimaksud diatur dalam UUHT Pasal 20 ayat 2 yang berbunyi sebagai berikut:

Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak.

UUHT Pasal 20 ayat 2

Ada beberapa keuntungan baik untuk pihak bank maupun nasabah jika menggunakan alur ini. Yang pertama, prosesnya akan jauh lebih cepat daripada pelelangan. Kedua, biaya pemrosesannya lebih murah ketimbang lelang. Untuk memperkuat aspek hukum, nasabah nantinya akan diminta menandatangani surat kuasa penjualan.

Penjualan agunan melalui proses ini hanya dapat dilakukan apabila sudah melewati 1 bulan setelah kesepakatan antara nasabah dan bank. Aset yang akan dijual juga harus diumumkan kepada publik, minimial melalui 2 surat kabar berbeda.

Penjualan aset tidak dapat diproses Badan Pertanahan Nasional (BPN) jika umur surat kuasa melebihi 1 tahun dari tanggal penandatanganan. Hal ini tertulis secara hukum pada UU no. 10 Tahun 1998 (Pasal 12A ayat 1).

Baca Juga: Abutment

Amankah properti AYDA dibeli oleh publik?

(Unsplash)

Setelah menyimak penjelasan di atas, kita mengetahui bahwa sangat memungkinkan untuk publik (baik perorangan atau korporasi) untuk membeli properti yang berstatus AYDA. Yang perlu digaris bawahi untuk kamu yang berminat membeli properti berstatus AYDA adalah dokumen-dokumennya pengiringnya.

Pembelian properti AYDA sebaiknya dilakukan secara langsung melalui lembaga-lembaga yang telah disebutkan. Setelah mendapatkannya secara legal, kamu perlu untuk melakukan balik nama atas properti yang sudah kamu miliki.

Pengalihan kepemilikan properti harus kamu lakukan melalui notaris/PPAT. Hal ini akan meminimalisir risiko gugatan atau tuntutan hukum terkait properti yang baru dibeli.

Penjelasan barusan menjadi penutup untuk artikel tentang agungan yang diambil alih. Kami harap, informasi yang telah dibagikan dapat bermanfaat. Sampai jumpa di pembahasan glossary selanjutnya ya!

Baca Juga: Abodemen Listrik


Temukan beragam pilihan rumah terlengkap di daftar properti & iklankan properti kamu di Jual Beli Properti Pinhome. Bergabunglah bersama kami di aplikasi Rekan Pinhome untuk kamu agen properti independen atau agen kantor properti. 

Kamu juga bisa belajar lebih lanjut mengenai Properti di Property Academy by Pinhome. Download aplikasi Rekan Pinhome melalui App Store atau Google Play Store sekarang!

Hanya di Pinhome.id yang memberikan kemudahan dalam membeli properti. Pinhome – PINtar jual beli sewa properti.