Blora

Jawa Tengah

Blora

Menurut cerita rakyat, Blora berasal dari kata belor yang berarti lumpur, kemudian berkembang menjadi mbeloran yang akhirnya sampai sekarang lebih dikenal dengan nama Blora. Secara etimologi, Blora berasal dari kata Wai Lorah. Wai berarti air, dan Lorah berarti jurang atau tanah rendah. Dalam bahasa Jawa, sering terjadi pergantian atau pertukaran huruf W dengan huruf B, tanpa menyebabkan perubahan arti kata. Sehingga, seiring dengan perkembangan zaman kata Wailorah menjadi Bailorah, dari Bailora menjadi Balora dan akhirnya menjadi Blora. Jadi, nama Blora berarti tanah rendah berair, ini dekat sekali dengan pengertian tanah berlumpur.

Wilayah Kabupaten Blora terdiri atas dataran rendah dan perbukitan dengan ketinggian 20-280 meter dpl. Bagian utara merupakan kawasan perbukitan, bagian dari rangkaian Pegunungan Kapur Utara. Bagian selatan juga berupa perbukitan kapur yang merupakan bagian dari Pegunungan Kendeng, yang membentang dari timur Semarang hingga Lamongan (Jawa Timur). Ibu kota kabupaten Blora sendiri terletak di cekungan Pegunungan Kapur Utara. Separuh dari wilayah Kabupaten Blora merupakan kawasan hutan, terutama di bagian utara, timur, dan selatan. Dataran rendah di bagian tengah umumnya merupakan areal persawahan.

Blora dulunya berada di bawah pemerintahan Kadipaten Jipang pada abad XVI, yang pada saat itu masih di bawah pemerintahan Demak. Adipati Jipang pada saat itu bernama Aryo Penangsang, yang lebih dikenal dengan nama Aria Jipang. Daerah kekuasaannya meliputi Pati, Lasem, Blora, dan Jipang sendiri. Akan tetapi, setelah Jaka Tingkir (Hadiwijaya) mewarisi tahta Demak, pusat pemerintahan dipindah ke Pajang.[8] Dengan demikian, Blora masuk Kerajaan Pajang. Sejak zaman Pajang sampai dengan zaman Mataram, Kabupaten Blora merupakan daerah penting bagi Pemerintahan Pusat Kerajaan, hal ini karena Blora terkenal dengan hutan jatinya. Blora mulai berubah statusnya dari apanage menjadi daerah kabupaten pada hari Kamis Kliwon, tanggal 2 Sura tahun Alib 1675, atau tanggal 11 Desember 1749 Masehi, yang sampai sekarang dikenal dengan Hari Jadi Kabupaten Blora. Adapun bupati pertamanya adalah Wilatikta.

Berdasarkan tutur bahasa Jawa, dialek Aneman merupakan bahasa pergaulan dan termasuk tataran ngoko atau bahasa kasar. Jadi, di daerah Blora tataran Krama (halus) maupun Madya (biasa, campuran krama dan ngoko) tetap digunakan selain tataran dialek pergaulan ngoko kasar tersebut. Madya adalah salah satu tingkatan bahasa Jawa yang paling umum dipakai di kalangan orang Jawa. Tingkatan ini merupakan bahasa campuran antara ngoko dan krama, bahkan kadang dipengaruhi dengan bahasa Indonesia. Bahasa madya ini mudah dipahami dan dimengerti.

Blora merupakan salah satu wilayah di Jawa Tengah yang prospektif, terutama mengenai masalah properti. Meskipun berada di perbatasan, tetapi Kabupaten Blora telah memiliki berbagai macam fasilitas yang dapat memenuhi kebutuhan dan kehidupan penduduknya. Rumah di Blora bisa dipertimbangkan untuk investasi di masa depan kelak.

Populasi884.333 jiwa (2020)
Luas Wilayah1.820,59 km²
Plat kendaraanK

Fasilitas Umum di Blora