Dipublikasikan oleh Aulia Ramadhanti
Apr 13, 2023
28 menit membaca
Daftar Isi
Ada banyak sekali hal yang bisa kita gambarkan mengenai kehidupan ini, salah satunya dengan puisi. Melalui bait-bait puisi yang indah kamu bisa menemukan banyak hal.
Banyak orang yang mengungkapkan perasaannya melalui puisi sehingga kamu dapat menemukan puisi dengan berbagai topik, seperti puisi cinta, puisi sahabat, puisi ibu, hingga puisi tentang kucing peliharaan. Salah satu topik puisi yang paling sering diangkat adalah mengenai kehidupan.
Berikut kumpulan-kumpulan puisi tentang kehidupan yang dapat kamu jadikan sebagai renungan, selamat membaca!
Berikut di bawah ini merupakan puisi kehidupan dengan berbagai tema, seperti puisi kehidupan islami, puisi kehidupan sedih, puisi kehidupan remaja, hingga puisi kehidupan singkat.
Tentu saja dari puisi-puisi tentang kehidupan tersebut kamu akan mendapatkan berbagai pelajaran kehidupan. Puisi itu bukan hanya sekedar sastra, akan tetapi ada banyak hal di dalamnya.
Selamat menyimak dan meresapi kumpulan-kumpulan puisi kehidupan di bawah ini.
Baca juga:
dari mana hidup ini bermula
ia berjalan tanpa awalan
dan berakhir semena-mena tanpa pengumuman
beberapa waktu dalam hidup sering kuhabiskan memandang rumput
mencari jantung yang belum kutemukan sejak lahir
berapa detik lagi
suaranya terdengar, tapi apa benar ada?
kuharap waktu bisa disimpan dalam toples
agar kalau lapar aku bisa menelannya
sebagai cemilan anti tua
agar aku punya tenaga
menyembunyikan dosa-dosa
dan merekatkan kertas amal yang kusobek ketika mabuk
Tuhan pembuat peta yang baik sampai
tak tampak di mana kutub nyawa
sementara aku berlomba dengan uban
memburu jantung yang jatuh di rerumputan
waktu…
perlahan,
pasti…
tanpa disadari
menjelma serupa Raqib dan ‘Atid
atau pembantunya, mungkin
mengiring manusia tanpa suara
menghidupi, meski
tanpa detak jantung
tanpa desah nafas
terkadang menyesakkan
atau melapangkan…
terkadang melukis senyum
atau menggores kesedihan…
Tuhan sang pemilik nyawa berpisah dengannya
waktu…
yang perlahan mengiringi
gemetar kala Izrail datang
mengabarkan bahwa
tangisnya sia-sia
bahkan sebelum ia sempat menuliskan sebuah pesan
atau sekedar menawar…
“tunggulah Izrail, dia belum selesai menulis…”
waktu…
tanpa jarum panjang-pendek dan detak detik
mengakhiri titah Tuhan, kembali ke peraduannya
Tuhan tersenyum,
“tak perlu kau risau. Aku telah menitipkan amal dan do’a-do’a
seribu malaikat untuknya.”
[Padang, 23 September 2010]
Mengenang seorang sahabat maya (*batas umur manusia tak ada
yang tahu)
Puisi di atas berbicara tentang kehidupan yang megah, Bahwa Tuhan itu sempurna dan sebaik-sebaiknya pencipta. Manusia tidak akan tahu kapan ia tutup usia dan meninggalkan dunia ini.
lima, aku belum bisa
sepuluh, aku belajar, mulai mengenal
lima belas, aku membangkang
dua puluh, aku lupa, melupa-kan
dua lima, aku terlena
tiga puluh, aku menghitam
lima puluh, aku sepuh
enam puluh, makin rapuh
enam puluh dua tambah satu, aku telah membatu
gelap temanku, sempit tempatku, panas udaraku, belatung
menggerogotiku,
merah api sekitarku, An-Nar Jahanam rumah abadiku,
oh, akan demikian kah aku?
Dari semua puisi kehidupan yang terdapat pada artikel ini, puisi satu ini memang sangat unik dan mudah untuk dipahami. Dimana secara garis besar bercerita tentang perjalanan kehidupan manusia di muka bumi.
AWAN… langitku rinai
aku terpaku menyadari detik detik bermetamorfosis menjadi menit
lalu menguap menjadi jam, hari, bulan, tahun
padahal aku masih berdiri disini, sendiri, mengemas gerimis yang
kau tinggalkan
betapa cepat waktu menyublim
usia yang kian membengkak, lalu mengempis ketika tertusuk jarum
berkarat
berdarah
aku ingin berteriak pada waktu
sekali saja berhenti dinafas yang dulu, apa mungkin?
jika saja ada lorong tempatku kembali
aku ingin masa itu datang lagi
kala tubuh dan hati bersih tak bernoda
putih… hanya putih…
lalu menulisinya dengan tinta yang seluruhnya emas
WAKTU…
Jika kau punya sisa yang tak dipakai orang lain
berikanlah padaku…!!!
Menurut saya pribadi, barangkali puisi kehidupan satu ini memiliki keindahan kata kata yang luar biasa. Sangat enak untuk dibaca dan dipahami.
waktu…
bukan engkau yang tak tepat datang
tapi aku mengulur keterlambatan
lima menit lagi, aku suka menawar
lupa tugas dan kewajiban
terhanyut tawaran indah permainan
hingga aku terlambat capai tujuan.
engkau tak sudi menanti
meski telah kuwanti-wanti
karena, engkau bukanlah asmara
yang mudah tergoda dengan seulas senyum yang menawan.
engkau bukan manusia setia sebab cinta.
tak sudi menunggu walau lima menit saja
aku tak jadi pemenang kehidupan.
saat merayap pada titian
tersentak hati tika menyadari
aku sudah di ujung lenyapnya mentari.
semakin menyesali akan cita-cita yang harus digenapi
saat usia bukan lagi perawan
aku kehabisan jatahku.waktu…
tak peduli pada roda-roda masa yang berputar
dalam kelam menatap nanar
pada titik cahaya yang muncul berpendar
mata sayu -nya yang tak berdosa
menggambarkan derita tiada tara
wajah putih pucat tak berdaya
lukisan siksa nan merana
pedih
suara raungannya yang tak henti
memberitakan masa remaja yang amat nyeri
siapa peduli?
dirimukah, yang masih bermain-main dengan hari?
schizofrenia
nama manis untuk ketidakwarasannya
menghadapi sisa masa hidup dalam pasung dunia
17 Tahun usianya
siapa yang peduli?
dirimukah,Yang masih bersikap manja terlena dunia fana ?
aku berbisik lirih pada Tuhan meminta hidup waras tak terpasung
sia-sia untuk berbuat baik sepenuh usia.
kau tahu
aku masih menyimpan almanak yang dulu tergeletak
di dinding ruang tamu
sebuah almanak berwarna biru, bergambar wajah Ayah jua Ibu
almanak yang hampir setiap tanggal tua mereka lingkari dengan
pena bertinta merah
o, di tanah pengasingan ini
aku terlalu nakal untuk mengingat peristiwa itu
Pikiranku terlalu liar untuk menerka-nerka hari depan
padahal aku sadar
kalau hari lalu masih menagih-nagih sisa pembayaran yang belum
sempat terlunaskan
ayah, Ibu
tenanglah kalian di sana
ananda janjikan
hutang itu akan terbayar setelah Ananda selesai mengganti rumah
kalian
dari kayu menjadi batu
cermin,
kutatap bayanganku
perlahan kuraba wajah ini
kini ku telah senja
ku bukanlah kuncup mawar yang merekah lagi
aku tak ranum lagi
gadis kecil itu telah beranjak
tua keriput,
dalam bayang cermin
berputar jam dinding
mengajakku bergelut disenjaku
sisa menit ku ingin,
………bertaubat
kini ku bukan gadis belia lagi
semakin dekat ku pada pangkuan-Nya
Memang benar apa kata puisi kehidupan di atas waktu terus berjalan sehingga terkadang kita lupa akan banyak hal.
kukuruyuuuuk!
tik… tak… tik… tak…
kupandang detaknya tak lelah jalan mendampingi keserakahan akal
kontras dengan lantunan adzan di surau memanggil persiapkan
bekal
Wasior, Mentawai, Merapi menjadi ciri keanggunan dalam
kodratnya mencatatkan peradaban
cermin abadi tempat kita kembali
berapa batangpun lilin yang sudah melepuh tertiup
kemarin luka kakek sembuh, sekarang ku basuh lukaku dan esok
mungkin tumbuh luka baru anak cucu
lara bersemayam dibalik kelam
uban tanpa undangan bermunculan
sebelum mencapai batas Nya gerak takkan lelah melangkah.
terbalut darah
terkapar lemah mencecap
senyum bertakbir mengecup
selamat datang jiwa
tertatih aku mengeja langkah
tanpa suara; menggores a ba ta tsa
tanpa nada; melantunkan syair bocah
tanpa arti; membaca alam
terlupa aku; pada langkah pertama
tersedak aku; pada suapan pertama
terpukau aku; pada jamuan pertama
terlena aku; pada perjamuan malam pertama
berjalan tanpa bintang
tersesat di padang gembala
mentari mencium tubuh dan jiwaku yang berkarat
mencoba mencecap; tapi pekat menyergap
duniaku berakhir sunyibumi memelukku, pepasir mencumbuku
ketika Munkar Nakir bertanya, aku gagap;
:………..; tanyakan pada insan yang mengecup jiwaku
sesak menatap gerak
kaki-kaki menelikung hawa-hawa rengsa
lalu langit bersyorban syurga
aroma cinta membelai bumi
jatuh sujud
berpacu dzikir
menggenangi hari pertama mata Ramadhan
ah, lagi-lagi aku terkapar dalam samar-samar takbir dan salam
ingin aku berbicara dengan bidadari kecil langit
kemudian membahas tentang perjalanan umurnya,
ada yang begitu mengaggumkan, saudari.
telah tertutup rasa-rasa malu pada
titik-titik lenggokan tubuhnya
dengan sehalai air mata bening yang tak terbungkus disetiap
nadinya
telah mereka gerogoti puing-puing
yang telah lama anak adam anut
dari jiwa iman yang tebal
namun saudariku,
mengapa engkau tak ingat bidadari sesungguhnya
wahai risalah langit
titiplah salam aku pada bidadari-bidadari itu
tak usah jemu engkau kabarkan bahwa bagiku mereka “lambang
kemuliaan
disaat tangis memecah sunyi
memulai bakti kepada Ilahi
tiada keresahan merajai hati
menjalani hidup dikemudian hari
begitu jiwa telah merekah
memberikan warna baru dalam kehidupan
akan menanggung perbuatan yang telah tercipta
raga telah terbilang senja
pesona tak lagi terpancar indah
tak bercahaya tak jua membekas
tak lagi indah dalam berkias
tak lagi lantang dalam membela
derap langkah tak lagi berarah
meninggalkan jejak jejak kecil
penuh perjuangan merangkai mimpi
putih telah pergi
berganti hitam menjelma merajai diri
menutupi jiwa yang sunyi
berharap pengabdian diri
menjelma sebagai bidadari dalam surga Ilahi
mari berhitung adikku
tentang kukukuku
yang akan tanggal
menjadi kupukupu
entah besok atau malam nanti
kita tidak tahu
kukukuku tibatiba hilang
dari jemari yang paling kau sayang
jemari yang sering menjamah wajah
seorang terkasih
sekarang kita sudah dewasa adikku
sudah bisa membedakan mana cinta
dan mana yang dapat membuat mata
menjadi luka
dunia itu sebenarnya adalah hutan belantara dik
banyak hewan melata mencari mangsa
mencakar hatimu
dengan kuku mereka yang runcing
usia adikku,
sama dengan kukuhanya saja
usia tidak dapat kita potong sembarangan
seperti saat kau memotong kue tart terakhir
di pembaringan beraroma rumput liar
setiap aku pandang
jarum jam berlarian
aku kehilangan!
huruf demi huruf
kata demi kata
pada naskah panjang yang harus kuselesaikan
entah kapan
aku ingin menyimpan
lembaran usang yang tertanam
sejak kali pertama aku hadir
dalam kolaborasi cerita anak manusia
masa berputar
gugus berpendar
di hatiku
di hatimu
di hatinya
seandainya masih kita teruskan
adegan percintaan jaman purba
ilustrasi kekanakan tentang dunia atau bayangan sajak-sajak yang
hilang?mungkin,esok menjelang tanpa kata
hidupku..
puisi terindah dari Yang Maha Kuasa..
kau lihat setiap detiknya..
adalah larik dan rima yang berbeda..
hidupku…
simfoni menakjubkan dari Sang Pencipta
setiap hela nafas
adalah nada dan ritme perjuangan..
aku..
roman terbaik..
dari Sang Maha Sempurna
yang tak seorang penulispun
mampu menuliskannya
aku adalah puisi,
simfoni
kisah
jalan berliku yang penuh tawa dan air mata
Jalanku
rekaman sejarah
yang mengalahkan perang dunia dan baratayudha..
yang ditulis oleh tinta tak kasat mata
karena aku..
hadiah dari Tuhanku..
untuk dunia dan alam semesta
makhluk kecil yang sangat sederhana
yang tak berhenti bermimpi untuk sempurna
sebagai manusia..
di bilangan waktu usia senjaku
di kilapan sutra helaian rambutku yg abu-abu
yang akhirnya memutih menajamkan ketuaanku
di ukiran gurat-gurat halus kulit ariku
di kaburnya untaian memori yang hilang satu demi satu
di serak paraunya nada-nada yg mengalir dari bibir perotku
dan pada terseoknya kaki yang gemetar dan kaku
adaku kini…
seakan menyentakkanku pada sang waktu
yang telah mencipta ratusan kisah suka ataupun pilu
yang melaju…
tak mungkin sekejap pun mau
berhenti dan mundur karena sesuatu
adaku ini…
menerpurukkanku pada detik detik kesadaranku
pada seribu sesalku
pada lengahku di waktu waktu lalu
adaku kini…dengan tubuh reot dan sisa umurku
aku bersujud pada-Mu
menyatukan saujana di pekat malam
walau lelah bergelayut dalam setiap jejak langkah
tak ‘kan berhenti meniti hari
tak jua selalu ditemani mentari
sebab, terkadang mendung menggelayuti
jejak-jejak langkah yang tertinggal
kadang tak selalu manis
tak sedikit menyisakan penggal kepahitan
kureguk lagi tanpa ragu
kurengkuh lagi jewantahkan gagu
waktu-waktu yang berpacu
secepat apa pun dia berlari
tak ingin diri ini dipecundangi
kujadikan setiap hela nafas adalah gairah rindu
untuk dipertemukan dengan-Nya
adakah kau ingat
saat kemarin kau hendak menggali
liang kuburmu di jantung bumi
yang kau pinjam nafasnya?
ada sejengkal resah
yang menjadi kutuk pastu
lantaran siut berubah badai
dan guncang menjelma lindu
lalu dengan seringai kepura-puraan
kau merayu jagat
dengan asin laut
yang kau taburi dengan karunia tanah
yang hijau
bukankah masih ada tujuh samudera
yang harus kau arungi
untuk menebus dosa-dosamu pada bumi?
dendang usia,
berjalan seperti biasa
bahkan, berasa terlalu biasa
menapaki laju nada
dengan berjuta rencana,
rencana dan rencana.
bangku kosong.
telah terisi dengan jingga belahan jiwa
penyempurna separuh sayap
mengepak arungi semesta.
tumbuhkan tunas-tunas penyejuk mata.
qurrota ‘uyuuna….
semua indah,
mengharap dendang tak berhenti.
meski sekejab kedipan.
dalam lirih…kabut hitam berbisik.
ah… ini masih benderang siang.
masih banyak waktu, mencari bekal sebelum tidur panjang’
saat fajar berkelebat, saat aku beraksi
meski berat langkahkan kaki tuk hampiri rumah ilahi
namun kaki kecilku masih sanggup tuk berlari
kala senja menghampiri, dikala aku termenung sendiri
seperti apakah aku di masa nanti
masihkah ada namaMU dalam hati…
detik berlalu menghardik
ternyata tak ada asmaMu terselip
dalam diri yang semakin naif
tak pernah mengerti arti sang Mahakasih
kini..
saat ragaku terbaring di rumah duka
saat aku hanya tinggal fatamorgana
dan bilamana para peziarah datang
itulah saat aku pulang
meninggalkan sang angan
menetap di rumah yang fana
tahukah kau wahai Pujaan para hamba
akulah hambamu yang nista…
membuka potongan-potongan do’a
dalam sujud yang tak panjang
adalah kealpaan sepanjang usia
waktu yang bergulir adalah tangis ampun yang tak terbendung
akan nista yang sengaja tertorehkan….
kekasih sesiapa yang menjadikan Dia Kekasih
merindui secara batin akan kasih sayangNya
merangkak karena Dia menunggu di sana..
di situ Dia ada
melayang-layang mengetuk pintu rahmat yang sebenarnya selalu
Dia buka,,,
titik hitam mengharap magfiroh,,,
diatas titian kasih tak berujung,,
ini lagu cinta yang tak sepadan,,
pada tirai kasih,, bukalah rasa itu..
akan harap ilusi pada Mu…
lalu bolehkah?kembali mencuri ketuk pintu-Mu
sedang jiwa tak pantas dirindui surgaMu
ampun…
sudah lewat masa remajaku..
aku udah mulai menua…
saat menua kita kehilangan pesona kita..
ah..biar tua juga aku masih mempesona kok
teman-temanku dulu banyak..
kini tinggal sekumpulan kecil saja..
kumpulan orang-orang yang loyal dalam menyayangiku..
ini sudah bukan masalah pesona lagi..
tapi tentang ketulusan hati..
alam telah menyeleksi kita..
membuat kita tak terlihat ataupun bersinar bagai cahaya
di usia kita yang gak lagi muda..
syukurlah walau aku sudah gak muda lagi kau tetap menyayangiku..
bila sampai pada masanya..
hanya ada aku dan kamu bercengkrama berdua..
simpan cinta itu..
karena saat itupun kumasih cintaimu..
hingga di akhir waktuku..
aku terbang bersama mimpi
memaut kenangan dengan sebuah janji
aku dan hati kita bernyanyi
melihat lembaran yang pernah terlalui
kuncup,mekar dan merekah
kembali dalam hati, menyelimuti setiap sudut nurani
aku dan hati kita tertawa seakan tak pernah ada duka
seakan kita raja dari semua rasa kecewa
aku dan hati kita bermimpi
berada dalam tempat yang abadi
di indahnya pelangi
dan di hangatnya hati
dalam jiwa ini
jiwa anak matahari.
perlahan dan sangat perlahan
aku mengambil kail yang tersangkut di mulut ikan
tak ingin berbekas
tak ingin berkesan
perlahan kucabut
perlahan kurebut
mudah-mudahan tak berkesan
mudah-mudahan tak kesakitan
aku lahir disambut iqomah dan adzan
ku mulai belajar berdiri merangkak dan berjalan
matahari dan bulan berjalan bergantian
putaran waktu adalah pendewasaan
demi masa dan asa
ku terdampar jauh dari negara
sakit perih ku kejar asa
sekian lama tak kunjung nyata
musim semi telah berganti
luluh lantah gunung merapi
tapi aku masih disini berkawan rindu berslimut janji
kini ku bangun dari mimpiku sadar ,terlalu jauh perjalanan ini
hanya ikhlas dan syukur pada-Mu ya Ilaahi
yang buat hidup ku lebih berarti.
dia datang….
dan dia datang membawa awal
pecah tangisan membawa syukur
akhirnya tangisan itu dating
dan bunda senang
sujud syukur kepadaNya
jundi jundi Nya siap dipelihara
Al Qur’an menjadi pemandunya
langkah Rasul pun menjadi uswahnya
dia berjalan bersama guliran waktu
tak tahu kapan berhenti
dan bunda senang…
sujud syukur padaNya
sayang di tengah jalan,
al Huda jauh entah di mana
Rasul terlupa dari ingatan,
dia berjalan bersama guliran waktu
tak tahu kapan berhenti…
dan dia pulang…
jiwa yang tenang berpulang
dan semerbak harum mengiringinya
tersenyum dalam Ridho Illahi
dan dia pulang…
sakit sangat, sakit sangat!!!
kenapa aku???ratapnya
ingin kembali!!!teriaknya
sayang,waktunya terhenti..
berutas asa kuburu kala,
dan kudengar remang bisiknya:
telah kusaksikan pembunuhan pertama di dunia,
padahal mereka itu saudara.
telah kulihat kepongahan para penguasa,
padahal mereka itu manusia.
telah kusambangi kemewahan di dunia,
padahal mereka itu fana.
telah kuiringi dakwah terencah,
padahal mereka itu jannah.
kemarin,
aku masih di pematang sawah…
bersama sungai
menelantarkan hujan
yang datang tadi siang…
derasnya menyamarkan tangis pilu ku semalam
gerimisnya
mengajariku melukis langit.
aku teperanjat kaku
ketika ku dapati
mentari membakar putaran waktu
teriknya menyulut impian yang bertengger di dada
dan aku…
masih di sini bersama pelangi
membingkai harapan
berharap satu bintang
dapat ku genggam…
fajar merambat di ufuk timur
menyongsong mentari hingga ke tengah hari
saat dimana sengat teriknya menancap pada dinding jiwa
menggelora bagai deru ombak samudera
tak kenal arah,tak pernah lelah, tak ada batas asa
hingga senja menggamit di tepi langit
cakrawala beralih rupa, berpayung awan teduh
terkadang langitpun menggelap ditayang jelaga mendung
diseling hujan merinai hingga deras membadai
tak ada tangan sesiapa sanggup menghadang
ketika waktu bergulir menjemput petang
segala keangkuhan merepih pada rimbang malam
merunduk tunduk mengurai sisa jejak tapak
menambatkan hasrat, penat menyongsong kesendirian
berkawan malam meluruh diri dalam simpuh
sinar mentari mulai redup
biasnya buram
tercemar hawa busuk
hamba hamba yang terbangun
hanya menunduk
menahan gejolak
tudingan tak berampun
elang menjerit
tak lagi menikmati indah dunia
tanga hianat tlah merusaknya
mendholimi
mengikut nafsu birahi
kau gagah isi bumi
tuk mendulang mimpi
serakah… tamak duniawi
sadarkah kau ?
alam akan menghakimi
kebenaran seolah terbelakang,selalu banyak dalih mengalfakan
sejuta kata pertanyaan ,nihil… tak menemukan jawaban
aku menatap waktu
lesu
nadiku terputus satu-satu
nisanku menunggu bisu
semakin dekat
kuberpaling
menangkap jejak yang sempat terserak
bayang itu,
bayangku yang membiru
meraba dunia penuh lugu
lalu saat matahari sepenggalahan
aku berlari menyongsong angin
penuh suka mengobral dosa
kini, satu demi satu detak jantung terkatup
menyesal
tak lagi bisa memutar waktu
tinggal sisa usia tempatku kan berlabuh
berusaha menyemai biji syurga mengharap kan memanennya kelak
Setelah kamu membaca kumpulan puisi kehidupan pada bagian sebelumnya, tidak ada salahnya juga kamu membaca puisi kehidupan motivasi, puisi kehidupan sedih dan renungan puisi kehidupan.
kuncup meranum hijau
selaksa senja mengantar lembayung,
menguning
basah peluh embun musim hujan
kering terik surya di ubun ubun
hempas jatuh gelombang angin puyuh
terinjak
terkoyak
perlahan humus termakan lintah
sepi,
bisu
hanya jejak terpagut dalam batu
waktu yang melaju menggamit usia tanpa pamit
mengantarku pada segala rasa dan kisah
gelembung-gelembungnya perlahan membentuk asa
lalu aku terpana pada makna
kupeluk kisahku dan kubawa berlari
sebab telah kumusuhi jeda tanpa makna dalam usiaku
biarlah kujumpai hati dalam remah-remah detik
dan kuteriakkan kesanggupan sambil berlari
bertebaranlah azam pada sajadah yang tak lagi lembut
tunaikan amanah semesta pada jiwa yang redup terang
sebelum satu titik kepastian datang patahkan nadi waktu
dan penaku bersandar di pusara makna
langit…
bumi….
kembali menangis untuk kesekian kalinya.
merintih pilu,merana sendu,menjelma kelam.
mengaduk ombak,menoreh tinta nan merah jelita,
membasahi puing-puing keemasan,mengairi ladang-ladang
kehidupan yang hijau berwarna kering kecoklatan.
merangkul para anak-anak Adam untuk melihat dunia,
menatap reformasi waktu,menepis ladang usia yang gundul ditelan
semesta.
waktu…..
semakin galau,semakin sempit,semakin menjadi-jadi.
tak puas menelan makhluk-makhluk kecil korban kebodohan
zaman.
tertawa riang sembari menerpa rias wajah-wajah tak berdosa,sekali
lagi korban ketidakadilan pemikiran.
waktu….
dialah sang penguasa manusia,sang raja bagi budak-budak
mode,ideologis,dan pencetus hukum,atas nama keadilan.
Usia…
penari profesional di kancah literatur bumi,perangai yang menjelma
putih ditelan lepuhan-lepuhan mutiara kata manis,habis ditelan
waktu yang lapuk,lalu berevolusi menambah ramainya tanah-tanah
kosong diseberang sana.
usia….
dialah pembunuh yang handal,perampas ulung,dan penipu yang
lihai.Menambah semaraknya perebutan-perebutan hak asasi
manusia,atas nama demokrasi.
inilah hidup….
kadang kau tak menyadari manisnya buaian waktu menari-nari
dipucuk ubun-ubunmu.
merebut singgasana usia yang sangat kau damba-dambakan
keawetannya.
merampas kehidupan,dan perjalanan hidupmu.
mau kau apakan waktumu,mau kau bagaimanakan kehidupanmu,
kau kemanakan separuh usiamu.
kaulah pelakunya,kau pulalah saksinya,kau pulalah yang
menjawabnya.
disini,dibawah langit dunia,kaulah jaksa,dan hakim agung atas
dirimu sendiri,penanggung jawab atas hidupmu sendiri.
katamu, stasiun adalah isyarat keberangkatan dan kepulangan
bagi setiap perjalananmu
tapi kau selalu datang dan pergi tanpa salam yang menyenangkan
hingga kabut selalu turun menyelimuti hangatnya percakapan
melulu aku gelagapan meski telah kulengkapkan sejumlah
perbekalan
doa doa serta surat cinta warna merah muda
tak ada tiket gratis di sini, desis masinis dengan wajah sedingin
moncong senapan
aku kian menggigil di ujung kepedihan bangku bangku
Sedang gerimis yang mengantar langkahmu adalah bahasa lain
dari kekecewaan yang tak terucapakan
lalu lengking peluit menjeritkan sebuah keberangkatan di hatiku
yang tak bisa ditahan
sepanjang rel aku menghitung gerbong usia dengan lembar kalender
yang berjatuhan ke dasar jurang
tak ada yang tersisa, kecuali gemuruh langkahmu membayangi
ingatanku
sedang bangku bangku dan pintu pintu itu kian dingin dan
membeku
tapi selau ada kunci lain bagi setiap rahasiamu
aku terkejut ketika seorang perempuan tua terbakar kesia siaan
dan itu yang paling kutakutkan
dari lubang jendela hatiku ke arah langit masih sempat kubaca
isyarat lain
tapi masa depan tetaplah sebuah terowongan
gelap dan dingin
sperti gulungan do’a berkejaran
kembara itu
ruang tebakar tanpa asap
lilin membinar cahaya camar menerawang ke sela lautan
hamba ombak, sujud tanpa tepi.
hamba ombak, I’tikap dalam hitungan jemari
hamba ombak, Tafakur diatas karang
hamba ombak, Takbir dengan riak
hamba ombak, Salam bersama batu-batu
hamba ombak, Rukuk bersama rumput laut
hamba ombak, Dzikir dengan buih
hamba ombak, berdo’a bersama laut
hamba ombak, melesat dalam kembara liku nyala samudraMu
dulu aku takut gelap’
sekarang aq berani pekat
dulu aq takut ketinggian
sekarang aq arungi lautan
dulu aq terluka perih, Sekarang terobati
dulu aq pemalu Sekarang pembaharu
dulu aq tak mampu
sekarang apapun’ bisa kutempuh
dulu rapuh’ Sekarang berhati teguh
dulu tak giat Sekarang jiwa’ku bersemangat..
dulu hidupku hampa
sekarang hari’ku berwarna
dulu, sekarang dan esok
pasti sang waktu bertambah elok
lukisan hidup penuh tirai pelangi
mengganti tinta lusuh masa lalu, menjadi berlian sangat berarti
terimakasih Tuhan Atas Doa, Cinta dan Harapan
yang selalu Kau tanamkan
dibalik dawai hati yg damai dan tentram
lihatlah !! Kapalku mulai merapat ke dermaga,
perlahan tanpa membelah samudera,
kapalku tanpa nakhoda,
membawaku berlayar mengejar harapan di masa depan . .
masa depanku penuh pilihan,
akankah aku terus berlayar tanpa tujuan?
atau ku singgah di dermaga mencari kebenaran?
menyesal . . .
kenapa baru tersadar ketika maut kian dekat?
ya Rabb,
aku berharap di dermaga ada cahaya yg membimbingku keluar dari
pekatnya lautan dosa ! !
aku ingin hidupku tak hanya menunggu mati,
aku tak ingin senyumanku di dunia hanya jadi kenangan di akhirat
nanti,
aku ingin petunjukMu menjadi nakhodaku . .
aku ingin kapalku punya tujuan,
tak sekedar menunggu tenggelam ! !
tangan kabut membuka pintu
Sang masa berputar tak seirama
di pintu keheningan
air mata adalah teduh
menunggu di bawah gugusan panjang
dari seribu masa lalu
yang melolong
tak satupun bisa kembali
seperti seekor laba-laba yang telah membebaskan diri
dari kematian demi kematian
setiap kali ia merasa terasing
bagaimana dengan kita
mengapa pula menangis
bukankah waktunya sekarang melupakan
prahara yang pernah dan masih saja ingin ditulis ?
Jalan terlalu licin untuk ditempuh sendirian
kadang dengan angin
kadang saja bergembira
menghempaskan ke dalam sujud
yang tak ada batasnya
hingga pada suatu hari
dimana penglihatan pun menjadi gelap
seberat -berat beban adalah,
menopangmu dalam pertarungan
pertempuran yang tiada kunjung henti
agar segera bisa ku manfaatkan
bukan ‘tuk kesia –siaan
kau kejar aku dengan asa terabai
jua cengkram diri ini dalam pijakan tak pasti
yang kian nampak dari tirai maksiat
dari selendang fitnah yang makin terkembang
bergelayut dalam pundak
kehidupan penuh kemunafikan
yang tak jua reda
tersapu gelombang samudra emosi
yang mengalir deras dalam pekatnya kesombongan
Hfffff.,
daratan mana yang kelak ‘kan bisa tuk jejakkan hati
sebagai tempatku berlabuh?
atas ketetapan kebenaran yang dirajut untukku
oleh Nya
bagai percik ombak dilautan…
menggapai angin, menukik menghilang. Melesat mengembang.
inilah sinemaku…film terbaik sepanjang perjalanan.
berjudul “sang kehidupan”.
disinilah aku berperan…dihadapan waktu yang membentang.
menjalani skenario sejak masa penciptaan.
tak pernah kutangisi masalalu yang kelam..
karena hidup harus berorientasi kedepan.
bukankah kesalahan terampuni bukan dengan penyesalan?,..
tapi harus diperbaiki dengan tindakan yang benar mulaihari ini
kedepan.
disinilah aku sekarang…
bertahan di tengah gelanggang kehidupan.
mengikuti waktu yang terus melanjutkan perjalanan.
hingga kelak senjaku tiba…kefanaan ini kan kutinggalkan.
ku kan pergi dengan tugas yang telah tuntas kutunaikan.
aku terbuai menguap nafas
egois dengan tangis dan ocehan
tertawa menanggalkan gigi
membuat rusuh pijakan kaki
melangkah membuka dunia
berlagak seolah berilmu tua
tak peduli waktu tak pernah berhenti
tak mau tahu mekanisme pengorbanan tetua
cukup lega semua telah berlalu
pantulan bola bekel yang tergantikan
mengayuh pikir peroleh ilmu yang bertambah
lalu apa kelanjutannya?
sudah terkuakkah jati diri?
sudah terkuakkah posisi diri?
sudah terkuakkah konsep diri?
jawaban apapun
bukanlah berwujud ulasan kalimat
tapi Praktis!
lakukan!
lakukan yang terbaik
di setiap detik waktu
di setiap gerak organ
mengubah kekurangan masa lalu
menjadi pemicu masa depan lebih baik
Semangat generasi PEMBAHARU BANGSA!
hari ini bumi bertambah tua
serabu mata membenam pada cekung kelopak
aku rindu
melihat jemarimu bermain-main
dengan asap jelaga lampu minyak
menunggui Bapak terlelapkan
ayunan kursi goyangnya
selagi menanti bubur candil racikan Ibu
coretan-coretan kapur aneka warna
pada tembok kuning itu telah buram
seakan menunggu kita
mengukirnya kembali
dengan garis-garis keceriaan lain
tak ada lagi besi gantung petromak
atau besek bambu telur asin
mungkin sudah diambil
masa kini kita telah sama dewasa
menempuh waktu yang tak lagi satu warna
sebentar lagi bahkan lebih dari rupa nidji akan kita rajut bersama
bercerita tentang mimpi dan impian
selembar kertas tak berpena
selaras angasa raya
diatas bait-bait doa
mengalun lirih cinta dan asa
ketika hanya sanggup terbahasakan oleh
tatapan mata dan buaian ayah bunda
beranjak senja,
begitu pula kaki melangkah menyapa dunia
berdiri pada tepian jalan kota
sesekali menepi letih
sesekali terbangun kembali
sesekali terjatuh lagi
dan kemudian Kau bangkitkan diri
cerita seorang aku, tak lebih dari siapapun
tetapi bukan tanpa arti sedikitpun
Tuhan mencipta dengan asa menjulang angkasa
pada titik nadir, seorang aku meraba tujuan kata
sebentuk langkah, mengeja dan selaksa memakna
dan cinta, kutemui pada segala
bahwa aku hidup hanya untukNya
tak pernah kugapai langit
meski tanganku menjulur tinggi ke angkasa
tak mampu ku menusuk perut bumi
walau kaki ini selalu menghujam tanah
oh Tuhan…kusadari ketidak berdayaanku
aku hanyalah makhluk kecil yang tak ada Kuasa atas milik-Mu
berkali kulakukan inginku
berkali kugagal atas lakuku
namunku tahu itu bukan ketidak adilan dari Mu
hanya sebuah rahasia besar yang telah Engkau cipta hanya untukku
tak pernah Engkau berikan langit
untuk menjagaku dari kesombongan dan keangkuhanku
tak juga Engkau biarkan ku menyelami perut bumi
agar ku tak tenggelam dalam kerendahan fikirku
Tuhan…ku mohon bantu aku menjalani hidupku
menjagaku dari kedangkalan fikirku melindungiku dari nafsu kerdilku
melalui sisa-sisa hidup yang Engkau titipkan padaku
ku mohon jangan biarkanku meninggalkanMu
meninggalkan kasih dan cintaMu karna ku tak kan sanggup hidup
tanpaMu ,tanpa belas kasihMu
laju melaju bersama waktu berlalu
nafasku menderu terhunus waktu
aku tak tau waktu hingga kapan aku menunggu
ataukah..
menunggu untuk apakah aku
tadi pagi sekarang wengi1
dulu satu sekarang pitu2
kutanya tentang pagi
tak terjawab
kutanya tentang wengi
tak terjawab
aku diam bertanya pada diri
itulah !! jawabnya
antara pagi dan wengi
itulah !! teriaknya lagi
menunjuk barisan di dinding berundun rapi
aku beranjak
berkilah dari hunusan waktu dalam manguku3
mencoba bersejajar
berpacu bersama waktu yang kian melaju
tapi
kini baru aku tau
langkahku tak secepat dulu
Catatan kaki;
1.wengi { bahasa jawa}; malam
2.pitu {bahasajawa }; tujuh
3.manguku ; termangu
pekik tangis mengangkasa dikala fajar, seketika ruh baru mengabdi
mengukir jejak dalam hitungan waktu, merayap, merangkak,
berjalan, berlari, berkelana bertemankan langit bersahabatkan bumi
jejak benih mungil kini meraja, seluet episode dimasa ranum kini
didesak waktu
terbuai mengarungi jejak yang tak berujung, hayutkan jiwa di
lembah kepalsuan
tergelincir dalam jejak fana menikmati taman syurgawi
membutakan mata, menyongkakkan langkah, membekaskan jejak
menggulingkan waktu
jiwa membatu hati membeku, jejak tak berarah jenuh menghampiri
sukma
hati layu meronta, jiwa gamang merintih, asa pupus bersama ombak
jejak terseret arus waktu, terbias dalam syahdu gelombang
jejak hanya tinggal tangisan pengharapan tak bertuan
mencari jejak-Mu
adalah kelemahanku
seakan ada halang melintang
sampai kusadari
aku telah jauh dari-Mu
Sedangkan usia telah separuh berlalu
dalam perjalanan menuju-Mu
langkahku tertatih
nafsu semakin liar bersenandung
menumbuhkan bulir-bulir dosa baru
dalam pangkuan birahi malam
sebelum rinai hujan menyadarkanku kembali
kini, ampuni aku Ya Allah
izinkan kumengeja nama-Mu
dalam detik-detik terakhir
sebelum Kau panggil aku pulang
ke rumah yang dulu pernah kutinggalkan.
angin makin kencang
terpaan yang membuat mata seakan meleleh
larut terbawa keharuan
udara
dan semua
tiada yang lebih menyejukkan
selain belaian masa kecil
akar-akar idealis kita
keyakinan
kembali ke sana sebagai makhluk transparan
segala ketahui oleh citra
tanpa pandangan
hanya detakan
tersenyum
tetap seperti engkau yang dulu
dalam rahim ketulusan
dalam syahadat yang dibisikkan
dalam cinta pertama yang dikenal
kusibak karikatur polesan waktu
mencari kepastian kisahku
adakah ia menyatu merekat berpadu
dalam detak nadi kanvas-kanvas kehidupan
seketika noktah pandangku terhenti
saat binar mata menyorot sketsa diri
hitam putih berlatar coretan kusam
memoar itu berdansa dalam lanskap benakku
asaku merangkak
sedang taring usia melaju melesat menerkam
sesak sesal menyergap detik dahulu yang hanyut
lenyap tak terdeteksi tertelan ilusi
mataku mengatup
membuka
di titik ini kini aku berdiri
biar hitam luntur sobek terbuang
kudekap putih
kuusap kuminyaki warna
agar merekah kembali alur gambar yang memudar
selama kuas pelangi masih basah
dan kanvas waktu belum mengering
satu langkah ini mungkin tak berarti
namun tak mungkin diam
karena waktu tak pernah mau menunggu
setetes asa tak mungkin membuat langkah ini pasti berjalan
segenggam harap tak menjanjikan sinar terang dalam kelam
selangkah lagi aku harus berjalan mencari jawab
terlalu lama berdiam dalam bimbang
berkeluh kesah pada dinding langit-langit kamar
kian keruh pandang arah yang diharap
terpasung dalam angan kosong
ingkar pada kata hati
terpuruk dikehampaan jiwa
satu lagi langkah ini harus kulangkahkan
membiarkan diri hanyut dalam alur waktu
berpasrah pada Engkau
inilah aku
dengan keterbatasanku
kupasrahkan hidupku pada Engkau
tiada lain selain Engkau
selembar permadani tergelar menyelimuti sudut bumi
indah nian, elok, dan rupawan
wol-wolnya halus, menciptakan eksotika kelas jempolan
ah, aku pun mampu
esok..
akan kutenun benang serupa itu..
terbelalak pula setiap mata memandang mawar merah yang merona
mengembangkan senyuman menyapa setiap insan dunia
tak ada yang peduli belukarnya
padahal ku tahu, setiap geliatnya akan menyakiti tangan yang
merengkuhnya
ah, itu bukanlah apa-apa
esok…
akan kugeliatkan kuncupku untuk menandinginya
tapi tunggu,
begitu cepat mentari bersembunyi
mengacuhkan setiap lembar catatan anganku tentang esok
dengan sinis sinar senjanya berujar mencaciku
kau telah kehilangan hari ini, hanya untuk berangan tentang esok
hari
bukankah waktu pernah memberi pilihan padamu
menerimanya lalu menjadikanmu kesatria langit
atau mendiamkan dan membiarkannya menjadi kristal sesal
hingga memaksamu berkeluh kesah
tidakkah kau ingat ketika itu
dengan angkuh kau katakan sebentar dan nanti
dengan sombong kau acuhkan dan campakkan dia
lalu waktu menantangmu
siapa yang menyesal pada akhirnya
demi waktu
Allah pun bersumpah atas namanya
cobalah tengok hidupmu sekarang
di keremangan usiamu yang semakin senja
hujan air mata darahmu menyesakkan batinmu
setumpuk sesal memenuhi rongga dada
saat waktu mengantarmu di senja usiamu
kau menangis
air mata darahmu mengucur deras setelah kau tahu siapa dirimu
sebenarnya
hidup menghimpun rantai-rantai
terhimpit amuk rindu-rindu
berlomba kejar bintang di pagi sudah
pecahan kaca kerap mengiris urat-urat kaki lelah
berharap dapati mozaik-mozaik indah
bergegas punguti emas. Kunjung bunuh cemas-cemas
lelah pun hilang lepas
hidup bingkisan surga tembang lawas
bias . . .
pantulan jinak anak-anak air melontar manja
larang raga tuk kedipkan mata
semakin dalam ingatan ku melembayung
kecil ceria berbalut riak air
menangkap genit gulir-gulir
rintik kedip ku menggelincir
membawa ku ke alam-alam kecil
“coba lihat!, Siapa itu?”
kecil, lincah, dan mengganggu
ingin ku rangkul jemari gadis kecil itu
bias . . .
lelah kaki melangkah
senja melembayung tengah
dewasa gadis kecil itu telah
duduk bersandar di pangkuan sofa lelah
lewati bahtera bersama sang habibi juga buah hati
bias . . .
jauh tajam hilang arah
ingatan jauh menengadah
tata hari,titi hati
bias . . .
senja sudah usia lepas . . .
membekas
lewati telah alur renta sudah cemas-cemas
berharap cucu dapatkan emas
merebut waktu
menunggu alur sendu
kembali mengadu di pusaran biru-Mu
yang dibakar nila,
repik simpuh temaram tua
ingkar ini, taklukan ladang,
semak lebat kemungkinan
kemilap jernih, ekor itik putih
memilih seberang,
meninggalkan didih cangkang :
(aku dan adik perempuanku)
buah dan buih
tergantung sepanjang jemuran,
kering oleh teriknya erang
ia tanggal muda yang jatuh dari dahan,
tak mampu menampung madu,
yang hujan dari mata bulan.
aku tanggul tipis menahan gerak jam
dihantam sepukul demi sepukul.
untai, lepas dari simpul.
kami ingatan, pernah disayang hutan,
sebagai kecil bebiji embacang,
tumbuh subur, di tanah gembur,
dirawat dengan dada yang sabar.
kini dibesarkan oleh kehilangan demi kehilangan.
umur adalah simpanan manusia
ia berlalu bagaikan awan
dua puluh tahun yang lalu ku diwisuda
disambut senyum mengembang ibunda
bongkahan bahagia ayah tersayang
ku diwisuda oleh Allah
setelah menelan sisi-sisi surga
dengan disaksikan para tentara langit yang senantiasa bertasbih
ku diwisuda oleh Ayah
dengan datangnya ratusan manusia
diiringi gemuruh takbir dan tahmid
ku diwisuda diantara jendela dunia yang memikat
dengan do’a tulus anak yatim dan anak jalanan
wisuda terberatku adalah di padang mahsyar
melalui tangan manakah ku menerima ijazah
berhenti di persinggahan neraka atau surga
aku hanya berharap ampunan-Mu ya Allah
dulu aku menyebutnya mentari
tak pernah sedikit pun di keluhnya
senyum, canda tawanya
selalu menyemangatkan jiwa
kini,
hanya tatapan wajah sendu di balik senyumnya
tatapan nanar
di balik linangan matanya
cahaya itu mulai terang
lantunan ayat-ayat-Nya
merdu begitu syahdu
tatapan mata yang hampa
dinding-dinding pekat semakin membisu
malaikat penjemput siap menjalankan tugasnya
tak ingin malam segera berlalu
hening…
itulah yang di rasakan
sejak kesyahduan hadir
bersama cahaya surga-Nya
hanya kenangan tentangnya
ketegarannya merasuk jiwa
atas nama-Nya
kan ku sayatkan
cinta kasih di hati selamanya…
ma, aku datang
kala serdadu malaikat tiupkan sasangkala
dalam isak tangis
wujud manusia tanpa cacat cela
goresan pena terus menulis
catatan kitab nan sunyi
jeruji waktu belenggu diri
dalam siang dan malam
ma, masih ingat saat itu
kala lolipop dan mobil-mobilan
masih tunjukkan ribanya
‘tuk tawa dan cinta
pelabuhan demi pelabuhan ku arungi
hingga cinta temukan rasa
padukan wangi-wangian hidup
arungi biduk kehidupan
perihnya luka tertoreh
terjatuh
tanpa seorangpun tahu
ma, bukankah hidup ada
untuk hantarkan jalan pulang
dari debur siksa dan derita…hingga dermaga abadi
aku menangis sesenggukan
air mata berderai
menunduk….merajuk
melancarkan aksi diam
kututup telinga
membantah nasehatnya
ayah Cuma diam
hanya menunggui aksiku
aksi malas belajar mengaji bujangnya
ayah Cuma bilang
ayo nak,……lanjutkan mengajimu…..
selesai mengaji kamu boleh main
sesukamu
nada mengajiku amat memilukan….
mata pedih
hati sesak
marah, menolak mengaji
pikiran ada dihalaman rumah
berlarian………..
ayah Cuma tersenyum
makin semangat malah
tetap bersabar , mentrasfer ilmunya
untuk anak lelakinya ini
waktu berlalu
aku dewasa ,ayah diusia senja
langkahku jauh melaju
pahit, manis dunia kurasakan
berjuta manusia kutemui
beratus guru kuteladani
tetapi . ayahku tetap ustadzku
guru mengajiku
arsitek pondasi imanku
sendiri Menyepi
membuka lembaran memori
terdiam
menyimpan sejuta kata
berfikir
mencari setitik jawaban
masa itu..
terukir kesenangan semu
kebahagian tak nyata
dan menggoreskan ketenangan
hingga tampaklah Sesuatu yang hilang
hampa..
duhai jiwa yang resah
tersenyumlah
biarlah itu menjadi kisah perjalanan
duhai raga yang jatuh
bangkitlah
jadikan masa itu penyemangat hidup
wahai hati yang rapuh
sabarlah
sang Pemilik Hati akan menolong
tak usah mengemis
hingga berlinang air mata
tak usah meratapi
hingga menjerit kesakitan
lihat kedepan
sang maha Agung ingin merencanakan sesuatu yang indah
dikehidupan ini
sepanjang tahun, tiap jengkal
lubang tubuh menguapkan
sayap-sayap hitam, yang meniti
punggung, seperti mengukur
tinggi pohon bambu, menanti
detik-detik penebangan
selalu saja ada jeda di satu hari
dalam satu tahun, saat
sepasang bibir
meniup nyala lilin, membunuh
cahayanya sendiri
hidup selalu memilih, apakah akan
meneguk arak, menumbuhkan
sayap dan belajar terbang,
ataukah menenggak racun,
memenggal sakit di ujung
palung paling murung
dan rintik hujan tak pernah
sekalipun menangisi
bangkai-bangkai busuk
Kehidupan itu memang unik, kita dituntut untuk memahami banyak hal, termasuk tentang diri sendiri. Kehidupan rasanya tidak akan bisa kita pahami sebelum dapat memahami diri sendiri. Berbagai judul puisi tentang kehidupan di atas muncul karena kesadaran, perenungan dan keresahan tentang hidup itu sendiri.
Semoga penggalan puisi di atas menjadi inspirasi bagi kita semua ya, Pins! Bagi kalian yang tertarik dengan puisi, kalian dapat mempelajari cara membuat puisi yang baik dan menarik.
Temukan beragam pilihan rumah terlengkap di daftar properti & iklankan properti kamu di Jual Beli Properti Pinhome. Bergabunglah bersama kami di aplikasi Rekan Pinhome untuk kamu agen properti independen atau agen kantor properti.
Kamu juga bisa belajar lebih lanjut mengenai Properti di Property Academy by Pinhome. Download aplikasi Rekan Pinhome melalui App Store atau Google Play Store sekarang!
Hanya di Pinhome.id yang memberikan kemudahan dalam membeli properti. Pinhome – PINtar jual beli sewa properti.
Editor: Daisy