Dipublikasikan oleh Omri Cristian dan Diperbarui oleh Sandy Anugerah
Sep 11, 2024
7 menit membaca
Daftar Isi
Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) merupakan salah satu dokumen legalitas yang menunjukan kepemilikan properti yang diakui secara sah oleh hukum Indonesia. Melalui sertifikat HGB seseorang bisa membangun bangunan di atas tanah yang bukan miliknya selama jangka waktu tertentu.
Berbeda dengan Surat Hak Milik (SHM) yang memberikan hak sepenuhnya atas bangunan dan tanah, HGB memberikan keterbatasan wewenang karena tanah yang digunakan untuk mendirikan properti adalah milik orang lain. Meskipun begitu ada banyak kelebihan yang bisa Pins dapatkan dengan memiliki SHGB ini.
Beberapa di antaranya adalah dalam segi biaya yang dikeluarkan jauh lebih murah daripada mengurus SHM dan fleksibilitas bagi pemegang sertifikat. Rumah yang dilengkapi SHGB akan lebih cocok untuk warga negara asing yang ingin tinggal sementara di Indonesia.
SHGB juga bisa dijadikan jaminan untuk mengajukan kredit ke bank atau pegadaian, lho. Penjelasan lengkapnya terkait sertifikat HGB bisa Pins temukan pada ulasan berikut!
Definisi HGB berdasarkan UU PA ialah hak dalam mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya. SHGB menandakan bahwa pemegang sertifikat memiliki hak atas suatu bangunan namun tidak memiliki wewenang atas tanah dimana properti tersebut berdiri.
Jika merujuk pada Pasal 36 ayat (1) UUPA menyatakan bahwa pemegang SHGB bisa terdiri atas individu maupun badan hukum yang ada di Indonesia. Sifat sertifikat ini sementara karena ada masa berlaku yang diterapkan yakni 30 tahun namun dapat Pins perpanjang hingga 20 tahun kemudian.
Berdasarkan Pasal 44 PP 18/2021, pemegang sertifikat memiliki hak antara lain sebagai berikut:
HGB bisa saja dihapuskan bila jangka waktunya berakhir atau diubah haknya menjadi hak atas tanah orang lain. Penghapusan HGB dapat pula dikarenakan alasan yang ada di bawah ini!
Meskipun tidak memiliki hak atas tanah dimana bangunan berdiri namun keuntungan SHGB tidak kalah dengan SHM. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:
Bagi warga negara asing ataupun badan hukum asing memiliki keterbatasan dalam kepemilikan properti di Indonesia. SHGB menjadi salah satu solusi untuk memiliki bangunan di Indonesia. Menurut PP 18/2021 hak pakai dengan jangka waktu bisa diberikan kepada:
Bagi pembeli properti dengan budget terbatas, kehadiran SHGB sangat membantu. Biaya yang dikeluarkan untuk memiliki properti jauh lebih murah daripada bangunan dengan legalitas SHM.
Apalagi bila Pins hanya tinggal sementara atau membangun bangunan untuk usaha temporary tentunya akan lebih menguntungkan memiliki properti SHGB. Untuk menghitung biaya perpanjangan HGB mengacu pada rumus yang ditetapkan PP No 46 tahun 2002.
Perhitungannya adalah jangka waktu perpanjangan HGB dibagi 30 lalu dikali 1%. Hasilnya nanti dikalikan Nilai Perolehan Tanah (NPT) yang dikurangi NPT Tidak Kena Uang Pemasukan (NPTTKUP) dan dikalikan dengan 50%. Nilai NPT dan NPTTKUP dapat Pins ketahui dari SPT PBB tanah yang hendak diperpanjang sertifikat HGB-nya.
Legalitas SHGB diakui secara sah di mata hukum sehingga dapat dijadikan jaminan kredit. Bila Pins membutuhkan dana cepat bisa menjadikan dokumen legal ini sebagai agunan ke pihak bank atau pegadaian. Dalam pengurusannya lebih mudah dan cepat dibandingkan SHM.
SHGB ini juga bisa Pins ubah menjadi SHM berdasarkan Kepmen ATR/Kepala BPN 1339/2022 dengan ketentuan sebagai berikut:
Fleksibilitas dalam mengubah SHGB menjadi SHM akan menguntungkan Pins di kemudian hari saat ingin menjual properti karena mampu meningkatkan nilai jualnya. Ditambah lagi, SHM memiliki masa berlaku selamanya tanpa perlu diperpanjang seperti SHGB.
Pemerintah sering sekali memberikan HGB agar pemegang dapat mengembangkan bisnis. Pengurusan yang mudah dan cepat membuat Pins bisa dengan lancar membuka usaha. Pins bisa menggunakan sertifikat HGB untuk tujuan investasi properti yang mampu membawa sumber pendapatan tambahan.
Walaupun menawarkan banyak sekali keuntungan namun sertifikat HGB juga memiliki beberapa kelemahan. Ketahui kekurangannya di bawah ini agar Pins bisa lebih bijak membuat keputusan saat membeli rumah.
Salah satu kelemahan mendasar dari sertifikat HGB adalah pemegang sertifikat tidak memiliki hak utuh. Sertifikat ini memberikan hak pengelolaan bukan kepemilikan yang artinya hanya pemilik sejati berhak menjual atau mengalihkan tanah secara bebas. Hal ini bisa menjadi masalah di kemudian hari saat Pins ingin menjual properti atau melakukan transfer kepemilikan kepada pihak lain.
Bila SHM berlaku selamanya maka SHGB kebalikannya karena ada masa batas waktu penggunaan bangunan yang ditentukan. Masa berlaku maksimal adalah 30 tahun dan dapat diperpanjang 20 tahun serta bisa diperpanjang lagi untuk kedua kalinya.
Minimal masa perpanjangan HGB harus diajukan minimal 2 tahun sebelum masa berlakunya berakhir. Pembatasan penggunaan ini diberlakukan karena bangunan bisa mengalami masa penyusutan atau kerusakan.
HGB sangat tergantung pada aturan pemerintah melalui UU yang berlaku. Pemerintah memiliki wewenang dalam mengatur, mengawasi sekaligus memberikan izin dalam penggunaan tanah yang di-HGB-kan.
Pemegang HGB wajib membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) ataupun pajak lainnya terkait tanah dan bangunan yang berdiri di atasnya. Pembayaran pajak tersebut wajib dipenuhi pemegang HGB. Pins juga perlu update terkait regulasi dalam membangun atau merubah fungsi lahan harus memenuhi ketentuan UU yang ada.
Meskipun bisa digunakan sebagai agunan namun tidak semua lembaga pembiayaan mau menerima kredit dengan jaminan ini. Kebanyakan bank umumnya menerima kredit dengan jaminan properti yang dilengkapi SHM.
Kedudukan SHM lebih tinggi daripada SHGB karena bisa dijadikan jaminan jangka panjang. Sedangkan SHGB memiliki resiko menjadi Beban Hak Tanggungan sebab ada keterbatasan waktu pemanfaatan bangunan.
Sebenarnya dalam mengatasi kelemahan SHGB di atas ada dua jalan yang bisa Pins tempuh yakni konversi SHGB atau memanfaatkan perjanjian sewa beli yang ada. Lebih jelasnya dapat menyimak ulasan yang dipaparkan di bawah ini!
Konversi SHGB menjadi SHM jika Pins ingin memiliki hak utuh atas bangunan tanpa dibatasi waktu penggunaannya. Dalam konversi SHGB ke SHM ini membutuhkan beberapa dokumen persyaratan seperti:
Dalam konversi SHGB ini akan timbul bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) serta dikenai biaya penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp50.000 per bidang belum termasuk besaran biaya notaris-PPAT dan lainnya.
Guna mendapatkan pendanaan tambahan, Pins bisa menjalin perjanjian sewa beli dengan pihak lain. Cari mitra bisnis yang memahami SHGB sehingga mampu menekan resiko atas hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari. Tidak lupa untuk selalu update dengan aturan pemerintah terkait SHGB dan melakukan perpanjangan sertifikat sesuai ketentuan yang berlaku.
SHGB hanya memberikan kuasa atas bangunan bagi pemegangnya sedangkan SHM memiliki kuasa penuh atas bangunan dan tanah. Ditambah lagi, SHGB perlu diperpanjang, kalau SHM memiliki masa berlaku tidak terbatas. Cek perbedaan HGB dan SHM selengkapnya di sini!
HGB bisa diubah menjadi SHM dengan ketentuan tertentu serta mampu memenuhi syarat yang ditetapkan. Cek selengkapnya di sini
Walaupun bukan pemilik utuh, rumah HGB harus membayar pajak bumi dan bangunan dan pajak terkait lainnya.
SHGB merupakan dokumen legal yang diakui hukum Indonesia sehingga aman untuk dibeli karena adanya jaminan hukum
Feature Image Source: Shutterstock
© www.pinhome.id