Hadits Ada Berapa Fase dalam Bulan Ramadhan
Daftar Isi
Ternyata ada yang bilang puasa ramadhan ada fasenya. Sudah masyhur dikalangan masyarakat Indonesia tersebar pemahaman bahwa bulan ramadhan terbagi menjadi 3 fase. Apakah benar berita ini? Sebenarnya ada berapa fase dalam bulan ramadhan?
Sebelum Pins membaca lebih lanjut tentang fase bulan ramadhan, ada baiknya kalau kamu melihat fase pembelian rumah baru di Bogor menggunakan Pinhome. Fase pertama kamu dapat melakukan cek harga rumah baru menggunakan Pinhome, misalnya kamu mau cek harga rumah baru yang ada di Intan Residence Bogor.
Caranya gampang cukup klik tulisan Pinhome dan lakukanlah pengecekan. Setelah itu Pins dapat mempertimbangkan, apakah rumah dan harganya ok untuk dibeli. Jika sudah mengambil keputusan, selanjutnya lihat fase bulan ramadhan di bawah ini.
Baca juga: Ikuti Tips Olahraga Saat Puasa Berikut Ini!
Ada Berapa Fase dalam Bulan Ramadhan?
Sebuah hadis yang dikenal di kalangan masyarakat menyatakan bahwa fase ramadhan dibagi menjadi tiga bagian. Dimana tiga bagian ini ada di awal terdapat rahmat, di tengah terdapat ampunan, dan di akhir terdapat pembebasan dari api neraka.
Namun, penting untuk diketahui bahwa hadits ini termasuk kategori dhaif bahkan munkar.
Maksud dari dhaif itu adalah lemah, jadi derajat haditsnya lemah Pins. Untuk hadits lemah ini sebaiknya kita meninggalkannya dan tidak diamalkan. Karena lemahnya ini berarti diragukan kalau hadits ini berasal dari Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam.
Sebenarnya, rahmat, ampunan, dan pembebasan dari api neraka tersedia di seluruh bulan ramadhan, bukan hanya terbatas pada sepertiga awal, tengah, atau akhir.
Baca juga: 14 Ide Menu Buka Puasa Sehat
Hadits Dhaif Fase Bulan Ramadhan
Berikut ini hadits dhaif tentang ada berapa fase dalam bulan ramadhan:
Diriwayatkan oleh Al Mahamili dalam Amaliyyah (293), Ibnu ‘Adi dalam Al Kamil Fid Dhu’afa (6/512)
ثنا سَعِيدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ ثَوَابٍ ،ثنا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْجُدْعَانِيُّ ،ثنا سَعِيدُ بْنُ أَبِي عَرُوبَةَ ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ زَيْدٍ ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيِّبِ ، عَنْ سَلْمَانَ الْفَارِسِيِّ ، قَالَ : خَطَبَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آخِرَ يَوْمٍ فِي شَعْبَانَ أَوْ أَوَّلَ يَوْمٍ فِي رَمَضَانَ , فَقَالَ : “أَيُّهَا النَّاسُ ، قَدْ أَظَلَّكُمْ شَهْرٌ عَظِيمٌ ، شَهْرٌ مُبَارَكٌ ، شَهْرٌ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ ، جَعَلَ اللَّهُ صِيَامَهُ فَرِيضَةً ، وَقِيَامَ لَيْلِهِ تَطَوُّعًا ، مَنْ تَقَرَّبَ فِيهِ بِخَصْلَةٍ مِنَ الْخَيْرِ ، كَانَ كَمَنْ أَدَّى فَرِيضَةً فِيمَا سِوَاهُ ، وَمَنْ أَدَّى فِيهِ فَرِيضَةً ، كَانَ كَمَنْ أَدَّى سَبْعِينَ فَرِيضَةً فِيمَا سِوَاهُ ، وَهُوَ شَهْرُ الصَّبْرِ ، وَالصَّبْرُ ثَوَابُهُ الْجَنَّةُ ، وَشَهْرُ الْمُوَاسَاةِ ، وَشَهْرٌ يَزْدَادُ فِيهِ رِزْقُ الْمُؤْمِنِ ، مَنْ فَطَّرَ فِيهِ صَائِمًا كَانَ مَغْفِرَةً لِذُنُوبِهِ ، وَعِتْقَ رَقَبَتِهِ مِنَ النَّارِ ، وَكَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْتَقِصَ مِنْ أَجْرِهِ شَيْءٌ ” . قَالُوا : لَيْسَ كُلُّنَا نَجِدُ مَا يُفَطِّرُ الصَّائِمَ . فَقَالَ : ” يُعْطِي اللَّهُ هَذَا الثَّوَابَ مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا عَلَى تَمْرَةٍ ، أَوْ شَرْبَةِ مَاءٍ ، أَوْ مَذْقَةِ لَبَنٍ ، وَهُوَ شَهْرٌ أَوَّلُهُ رَحْمَةٌ ، وَأَوْسَطُهُ مَغْفِرَةٌ ، وَآخِرُهُ عِتْقٌ مِنَ النَّارِ ، مَنْ خَفَّفَ عَنْ مَمْلُوكِهِ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ ، وَأَعْتَقَهُ مِنَ النَّارِ ، وَاسْتَكْثِرُوا فِيهِ مِنْ أَرْبَعِ خِصَالٍ : خَصْلَتَيْنِ تُرْضُونَ بِهِمَا رَبَّكُمْ ، وَخَصْلَتَيْنِ لا غِنًى بِكُمْ عَنْهُمَا ، فَأَمَّا الْخَصْلَتَانِ اللَّتَانِ تُرْضُونَ بِهِمَا رَبَّكُمْ : فَشَهَادَةُ أَنْ لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ ، وَتَسْتَغْفِرُونَهُ ، وَأَمَّا اللَّتَانِ لا غِنًى بِكُمْ عَنْهَا : فَتُسْأَلُونَ اللَّهَ الْجَنَّةَ ، وَتَعُوذُونَ بِهِ مِنَ النَّارِ ، وَمَنْ أَشْبَعَ فِيهِ صَائِمًا ، سَقَاهُ اللَّهُ مِنْ حَوْضِي شَرْبَةً لا يَظْمَأُ حَتَّى يَدْخُلَ الْجَنَّةَ “
Baca juga: Bolehkah Sikat Gigi Saat Puasa Dilakukan?
Penjelasan Hadits Dhaif Fase Bulan Ramadhan
Adapun arti dari hadits dhaif mengenai ada berapa fase dalam bulan ramadhan adalah sebagai berikut:
Sa’id bin Muhammad bin Tsawab menuturkan kepadaku, Abdul Aziz bin Abdillah Al Jud’ani menuturkan kepadaku, Sa’id bin Abi ‘Arubah menuturkan kepadaku.
Dari Ali bin Zaid, dari Sa’id bin Musayyib, dari Salman Al Farisi, ia berkata: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berkhutbah kepada kami. Di akhir hari bulan Sya’ban atau di awal hari bulan Ramadhan, beliau bersabda:
“Wahai manusia, bulan yang agung telah mendatangi kalian. Di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari 1000 bulan. Allah menjadikan puasa pada siang harinya sebagai sebuah kewajiban, dan menghidupkan malamnya sebagai ibadah tathawwu’ (sunnah). Barangsiapa pada bulan itu mendekatkan diri (kepada Allah) dengan satu kebaikan, ia seolah-olah mengerjakan satu ibadah wajib pada bulan yang lain. Barangsiapa mengerjakan satu perbuatan wajib, ia seolah-olah mengerjakan 70 kebaikan di bulan yang lain. Ramadhan adalah bulan kesabaran, sedangkan kesabaran itu balasannya adalah surga. Ia (juga) bulan tolong-menolong. Di dalamnya rezki seorang mukmin ditambah. Barangsiapa pada bulan Ramadhan memberikan hidangan berbuka kepada seorang yang berpuasa, dosa-dosanya akan diampuni, diselamatkan dari api neraka dan memperoleh pahala seperti orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa tadi sedikitpun” Kemudian para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, tidak semua dari kita memiliki makanan untuk diberikan kepada orang yang berpuasa.” Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berkata, “Allah memberikan pahala tersebut kepada orang yang memberikan hidangan berbuka berupa sebutir kurma, atau satu teguk air atau sedikit susu. Ramadhan adalah bulan yang permulaannya rahmat, pertengahannya maghfirah (ampunan) dan akhirnya pembebasan dari api neraka”.
Juga diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (1887) dari Ali bin Hujr As Sa’di, dari Yusuf bin Ziyad, dari Hammam bin Yahya dari Ali bin Zaid bin Jud’an, dari Sa’id bin Musayyab dari Salman Al Farisi.
Baca juga: 5 Cara Membuat Minuman Menu Buka Puasa
Alasan Hadits menjadi Dhaif
Hadits yang menerangkan ada berapa fase dalam bulan ramadhan ini dinilai lemah karena salah satu perawinya, yaitu Ali bin Zaid bin Jud’an.
Beberapa ulama hadits, seperti Yahya bin Ma’in, Imam Ahmad, Ad Daruquthni, Ali Al Madini, dan Adz Dzahabi, berpendapat bahwa hadits ini dhaif atau lemah.
Meskipun ada pendapat dari At Tirmidzi yang menyatakan hadits ini shaduq. Namun menurut Ibnu Hajar, hadits ini tetap dhaif dan tidak dapat dianggap sahih kecuali jika ada mutaba’ah.
Mutaba’ah atau kesepakatan ulama lain yang dapat menguatkan keabsahan hadits ini. Sayangnya, untuk perawi Ali bin Zaid ini tidak ditemukan mutaba’ah atau kesepakatan ulama yang dapat menguatkan keabsahannya.
Oleh karena itu, para pakar hadits seperti Al ‘Aini, Al Mundziri, Al Albani, dan Syaikh Ali Hasan Al Halabi juga mendhaifkan hadits ini.
Baca juga: Apakah Boleh Puasa Syawal Tidak Berurutan?
Featured Image Source: pixabay
Temukan pilihan rumah dan apartemen terlengkap di Aplikasi Pinhome. Cek properti pilihan kami Rumah Sekunder di Bekasi dan temukan keunggulan, fasilitas menarik dan promo menguntungkan lainnya cuma di Pinhome! Cari tahu juga tips penting persiapan beli rumah dan KPR di Property Academy by Pinhome.
Hanya Pinhome.id yang memberikan kemudahan dalam membeli properti. Pinhome – PINtar jual beli sewa properti.
BAGIKAN ARTIKEL